RDE_60thn_BATAN
SENTEN-2018
PTKRN Full Team

Serpong – Humas BRIN. PT Thorcon Power Indonesia berkunjung ke Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Ruang Kawasan Nuklir Serpong, Tangerang Selatan pada Senin (18/7). Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari MoU antara BRIN dengan PT Thorcon Power Indonesia dalam pengembangan teknologi berbasis Molten Salt Reactor sebagai penghasil daya listrik. Kali ini kunjungan bertujuan untuk membahas dan menyusun konsep layout Non-fission Test Platform (NTP) yang akan digunakan sebagai laboratorium pengujian sebelum fase pembuatan prototipe reaktor berbasis molten salt.

Chief Operating Officer PT Thorcon Power Indonesia, Bob Effendi berharap kerja sama antara BRIN dengan PT Thorcon Power Indonesia dapat menjadikan upaya pembuatan reaktor daya berbasis molten salt bisa segera terwujud. “PT Thorcon Power Indonesia mungkin adalah satu-satunya perusahaan di bidang nuklir yang secara konsisten dan persisten mendorong adanya reaktor berbasis teknologi nuklir di Indonesia. Dengan teknologi ini, Indonesia akan menjadi negara dengan peradaban yang baru dan kita akan memasuki era yang baru,” ujar Bob.

Menurut Bob, saat ini, PT Thorcon Power Indonesia sudah melakukan pembicaraan lebih lanjut mengenai pembuatan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan BRIN dalam bentuk core development. “Ini akan menjadi project nasional, dan ke depannya kita akan menjadi satu keluarga besar, dan bersama-sama membangun nuklir di Indonesia,” ujarnya.

Bandung - Humas BRIN. International Centre based on Research Reactors (ICERR) merupakan skema International Atomic Energy Agency (IAEA) untuk membantu negara anggota IAEA dalam pengembangan kompetensi Periset termasuk Periset reaktor riset TRIGA 2000 Bandung. Dalam rangka penelitian dan pengembangan tersebut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset dan Teknologi Reaktor Nuklir (PRTRN) – Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) tengah melakukan penjajakan kerja sama dengan The French Alternative Energies and Atomic Energy Commission (CEA). Untuk persiapan kerja sama  dengan CEA, PRTRN mengadakan rapat dengan para Periset dari PRTRN dan Direktorat Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran (DPFK) di Ruang Rapat Platina, Gedung A, Kawasan Nuklir Bandung (KNB) pada Jum’at (08/07).

“Teman-teman periset di KNB memiliki Reaktor TRIGA 2000 Bandung yang memiliki scientific value yaitu iradiasi. Hal ini bisa menjadi peluang kerja sama, dengan target utama  tema teras subcooled reactor. Dengan harapan diberikan izin oleh Badan Pegawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), bisa beroperasi sampai dengan 1000KW dengan normal,” tutur Topan Setiadipura, Kepala PRTRN dalam rapat tersebut.

Dari hasil koordinasi yang dilakukan dengan CEA, secara khusus CEA meminta agar ICERR ini dimanfaatkan oleh periset reaktor TRIGA 2000 Bandung. Untuk itu, Topan berharap agar periset di KNB dapat menyiapkan tema riset terkait kajian neutronic, termohidrolik, penuaan (aging) serta sistem instrumentasi dan kendali (SIK) dalam suatu proposal yang akan diajukan.

Serpong – Humas BRIN. Kogenerasi (cogeneration, red.) adalah penggunaan suatu sumber energi untuk menghasilkan tenaga dua jenis energi pada saat bersamaan, yaitu energi panas dan energi mekanik. Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir (PRTRN) - Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berkolaborasi dengan PT. Pertamina (Persero) dan Universitas Pertamina mengembangkan teknologi berbasis kogenarasi nuklir untuk produksi hidrogen rendah karbon. Hal ini dibahas dalam webinar dengan tema “Nuclear Cogeneration Potential for Low Carbon Hydrogen Production” pada Rabu (15/06).

Vice President Downstream Research & Technology Innovation PT. Pertamina (Persero), Andianto Hidayat dalam sambutannya menyampaikan bahwa akhirnya Pertamina tertarik untuk bergabung dan berkolaborasi untuk membangun ekosistem hidrogen di Indonesia dengan harga terjangkau.

“Ke depannya kami melihat bahwa mau tidak mau kita harus berusaha untuk melakukan transisi sesuai arahan Presiden Joko Widodo, melakukan energy transition menggunakan clean energy dan green economy. Saat ini Pertamina juga sudah sangat aktif dalam energy transition,” ungkap Andianto.

Serpong – Humas BRIN. Energi nuklir sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan salah satu energi baru yang ramah lingkungan, beremisi rendah, dan dinilai mampu memenuhi kebutuhan listrik yang semakin meningkat. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) terus melakukan riset dan pengembangan teknologi nuklir untuk PLTN.

Molten Salt Reactors atau yang dikenal dengan MSR, merupakan salah satu jenis PLTN yang dinilai aman dan ekonomis untuk dapat diterapkan di Indonesia. Plt. Kepala Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir, ORTN BRIN, Topan Setiadipura memberikan penjelasan mengenai MSR.

“PLTN generasi ke-IV ini sangat ekonomis, tingkat keselamatan tinggi, limbah nuklir minimal, dan ketahanan proliferasi. Empat hal ini yang menjadi ciri khas reaktor generasi ke-IV, salah satunya adalah MSR,” jelas Topan, pada Webinar Ikatan Ahli Teknik Ketenagalistrikan Indonesia (IATKI) Enggineering Lecture IEL-33, dengan tema Nuclear Energy, Sabtu (26/3).

Serpong – Humas BRIN, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) turut concern dengan isu lingkungan dan perubahan iklim dengan mendukung target Net Zero Emmission (NZE) di tahun 2060, terutama dalam pemenuhan kebutuhan listrik di Indonesia ke depan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh BRIN melalui Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) adalah dengan terus melakukan pengembangan teknologi energi nuklir untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang saat ini masih dalam tahap pengkajian.

Hal tersebut dibahas bersama oleh Prof. Emil Salim selaku anggota Dewan pengarah BRIN dengan Plt. Kepala ORTN beserta jajarannya pada pembahasan perencanaan program ORTN secara daring, Senin (24/01). Menurut Emil Salim ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengembangan teknologi energi nuklir di Indonesia, antara lain faktor biaya, waktu, skill ataukemampuan SDM serta faktor budaya dan keselamatan.

“Kita ini negara berkembang, dalam kondisi ekonomi yang terpukul oleh covid, sehingga biaya atau finansial negara terbatas, baik untuk inovasi jangka pendek dan jangka panjang. Faktor biaya menjadi penting, bandingkan cost untuk energi nuklir dengan energi yang lain,” ujar Emil.