Yogyakarta 5/03/2019 - Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) melalui Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA) melakukan pembahasan mengenai penyusunan kebijakan dan regulasi pemanfaatan logam tanah jarang (LTJ) bersama Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (MINERBA)- kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di kantor PSTA-BATAN Yogyakarta.
Sesuai dengan undang-undang ketenaganukliran, mineral yang mengandung bahan radioaktif menjadi tanggung jawab BATAN untuk mengelolanya. Oleh karena itu diperlukan regulasi yang jelas guna mengatur segala proses tersebut.
“Mineral radioaktif biasanya berupa mineral ikutan, jangan dijadikan kendala, namun bisa menjadi peluang bagi BATAN. Tentu saja selalu dibarengi dengan diperlukannya regulasi yang baku untuk mengelola mineral radioaktif tersebut,” kata Edy Giri Rachman Putra Ph.D, Plt. Kepala PSTA-BATAN dalam pertemuannya dengan MINERBA.
Monasit adalah salah satu mineral tanah jarang, merupakan mineral ikutan yang dikenal sebagai mineral tanah jarang dari timah. Mineral yang sangat dibutuhkan dan dapat memberikan kontribusi lebih dari kegiatan penambangan dan pengolahan timah.
Proses pengolahan mineral monasit saat ini tidak serta merta hanya dilakukan di PSTA saja, karena harus dipisahkan dulu unsur U dan Th-nya. Karena itu perlu kerja sama dengan Pusat Pengembangan Bahan Galian Nuklir (PPBGN) BATAN di Pasar Jumat kemudian diolah menjadi REOH. Dipenghujung proses, umpan tersebut baru dapat diolah di pilot plant Yogyakarta, karena sudah bebas dr unsur U dan Th.
Dedi Supriyanto, perwakilan Minerba, menjelaskan,”Rencana peraturan pemerintah bisa melalui Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) untuk mengolah monasit atau mineral radioaktif, kemudian ada surat penunjukkan kerjasama BATAN untuk mengolah monasit atau mineral radioaktif. Dan BATAN harus menunjuk badan usaha yang memilki komptensi untuk mengolah zat radioaktif tersebut.”
Merujuk tentang regulasi, jangan sampai regulasi yang menghentikan eksport, nantinya hanya menumpuk bahan baku, tanpa bisa diolah. “Seharusnya BATAN concern ke U dan Th, namun malah concern ke LTJ oksidanya. Sehingga diperlukan regulasi yang memberikan kewenangan kepada BATAN untuk mengolah mineral monasit menjadi bahan bakar nuklir,” jelas Herry Poernomo, peneliti PSTA-BATAN. Hal ini dimaksudkan agar bahan baku dapat diolah dan segera dimanfaatkan.
“Sudah ada konsorsium logam tanah jarang (LTJ) dan telah ada report-nya, jadi dapat menjadi acuan dari hal tersebut untuk penyusunan regulasi.”, tambah MV. Purwani, selaku peneliti Bidang Teknologi Proses PSTA-BATAN.
Pembahasan penyususan kebijakan dan regulasi pemanfaatan LTJ ini, dibahas bersama unit bidang teknologi proses PSTA-BATAN Yogyakarta. Diharapkan agar segera terbentuknya sebuah regulasi dan kebijakan tentang pemanfaatan logam tanah jarang yang memiliki nilai ekonomis tinggi tersebut tidak hanya sukses dalam skala ujicoba, tetapi juga bisa sukses dalam skala komersial, sehingga bisa memberi nilai tambah yang besar bagi bangsa Indonesia.